Poliuretan merupakan bahan polimer yang mempunyai ciri khas adanya gugus
fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan
dihasilkan dari reaksi antara senyawa yang mengandung gugus hidroksil
(-OH) dengan senyawa yang mengandung gugus isosianat (-NCO-).
Selanjutnya Nicholson (1997) menyatakan bahwa poliuretan merupakan
polimer termoset yang terbentuk dari reaksi antara senyawa diisosianat
dengan senyawa polifungsi yang mengandung sejumlah gugus fungsi
hidroksil (poliol). Sumber poliol yang digunakan dalam penelitian ini
adalah minyak kedelai sebelum dan sesudah dioksidasi (Soybean Oil/ SBO
dan Oxydated Soybean Oil/ OSBO), dan polioksietilen glikol massa molekul
400 (PEG400). Senyawa diisosianat yang digunakan pada penelitian ini
adalah metilen-4,4’-difenildiisosianat (MDI) karena kereaktifannya yang
tinggi. MDI merupakan senyawa diisosianat yang mempunyai tingkat bahaya
paling rendah jika dibandingkan dengan diisosianat lainnya. Poliuretan memiliki banyak kegunaan, diantaranya sekitar 70 %
digunakan sebagai busa, selebihnya sebagai bahan elastomer, lem dan
pelapis. Busa poliuretan yang elastis digunakan sebagai isolator,
termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel
pelindung pada mobil, kain pelapis, tempat tidur, dan karpet dasar spon
sintetis, sedangkan busa yang keras digunakan dalam panel-panel
konstruksi terisolasi, pengemasan barang-barang lunak dan untuk furnitur
ringan (Hartomo, Rusdiharsono, dan Harjanto, 1992: 50; Eddy Tano, 1997:
23-24; Stevens, 2001: 473 ). Selain itu, poliuretan digunakan sebagai
bahan perekat logam, kayu, karet, kertas, kain, keramik, plastik
polivinilklorida (PVC), penyambung tangki bahan bakar cryogenic,
pelindung muka, dan kantong darah.
Poliuretan disebut juga dengan polikarbamat yaitu turunan ester-amida
dari asam karbonat. Poliuretan banyak diaplikasikan dalam bidang
termasuk serat (elastis), bahan perekat, pelapis, elastomer, dan
busa-busa yang fleksibel dan kuat (Stevens, 2001). Poliuretan adalah
nama umum dari jenis sintesis kopolimer yang mengandung rantai uretan
sebagai unit pengulangnya. Poliuretan mengandung tiga reaktan sebagai
bahan dasar yaitu poliol, diisosianat, dan pemanjang rantai (
chain extender) yang berupa diol atau diamin (Vermette, 2001).
Poliuretan pertama kali ditemukan oleh Otto Bayer dan telah
dihasilkan sejak perang dunia II untuk diaplikasikan sebagai perekat
(isolasi) pada lemari es dan pesawat terbang. Poliuretan merupakan suatu
jenis polimer yang murah, mudah dibentuk, dapat dibuat oleh manusia dan
berlimpah. Oleh karena itu poliuretan memiliki potensi besar untuk
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aplikasinya
poliuretan banyak digunakan dalam bentuk foam,
coating, adhesive dan elastomer (Brandup, 1999).
Ada dua metode pembuatan poliuretan : reaksi biskloroformat dengan
diamin dan reaksi diisosianat dengan senyawa-senyawa dihidroksi.
Poliuretan linier biasanya dipreparasi dalam larutan karena polimer ini
cenderung berdisosiasi menjadi alkohol dan isosianat atau terdekomposisi
menjadi amin, dan karbondioksida pada suhu tinggi yang diperlukan untuk
polimerisasi leburan. Polimerisasi leburan berlaku untuk poliuretan
yang dipreparasi dengan diisosianat aromatik. (Steven, 2001).
Reaksi sintesis poliuretan antara biskloroformat dengan diamin
Reaksi sintesis poliuretan antara diisosianat dengan dihidroksi
Meskipun sifat-sifat poliuretan hanya terbatas pada
penggunaan poliol, diisosianat juga dapat sedikit berpengaruh. Kecepatan
awetnya dipengaruhi oleh reaktifitas gugus fungsi dan jumlah gugus
isosianat. Sifat – sifat mekanik dipengaruhi oleh fungsionalitas dan
bentuk molekuler. Penggunaan diisosianat
hanya mempengaruhi stabilitas poliuretan terhadap cahaya. Poliuretan
yang dibuat dengan diisoisianat aromatik berwarna kuning karena kurang
tahan terhadap cahaya, sedangkan jika dengan diisosianat alifatik akan
lebih stabil. Banyak dari produksi poliuretan melibatkan pemakaian
poliester-poliester berujung hidroksi dengan berat molekul rendah atau
polieter-polieter sebagai monomer dihidroksi. Kopolimer yang fleksibel
dari tipe ini tidak hanya bermanfaat sebagai serat tetapi bisa juga
dikonversikan menjadi elastomer-elastomer yang terikat silang lewat
reaksi lebih lanjut dengan diisosianat berlebih, suatu reaksi adisi yang
melibatkan nitrogen dari ikatan uretan (Steven,2001 ).
Salah satu aplikasi poliuretan yaitu
Foam Poliuretan yang diklasifikasikan ke dalam 3 tipe, yaitu
foam (busa) fleksibel,
foam rigid dan
foam semi rigid. Perbedaan sifat fisik dari 3 tipe poliuretan
foam tersebut
berdasarkan kepada perbedaan berat molekul dengan berat dan
fungsionalitas poliol juga tipe dan fungsionalitas isosianat
(Cheremisinoff, 1989).
Berdasarkan struktur selnya,
foam dibedakan menjadi dua, yaitu tipe sel tertutup dan sel terbuka. Sel tertutup (
closed cell)
merupakan sel-sel yang terpisah sehingga fase gas pada satu sel tidak
dapat berhubungan dengan fase gas pada sel lainnya. Apabila sel-sel
tersebut saling berhubungan sehingga gas dapat lewat dari satu sel ke
sel yang lainnya, maka dikatakan sebagai sel terbuka (
opened cell).
Foam dengan struktur sel tertutup merupakan jenis
rigid foam sedangkan
foam dengan struktur terbuka adalah
foam fleksibel.
Foam-foam dapat
dibuat dengan menggunakan poliol dengan berat dan fungsionalitas yang
tepat, dan poliisosianat akan bereaksi dengan poliol untuk membentuk
poliuretan
foam. Poliuretan yang lembut, elastis dan flexible
dihasilkan jika dua gugus fungsi polietilen glikol yang biasa disebut
polieter poliol digunakan untuk menghubungkan uretan. Strategi ini
digunakan untuk membuat serat elastomer spandex dan bagian karet yang
lembut seperti karet
foam. Sedangkan produk poliuretan yang keras dihasilkan jika polifungsiona poliol digunakan.
Menurut Steven (2001), busa-busa polimer dibuat dalam berbagai cara
yang tergantung pada jenis polimer yang digunakan dan aplikasinya. Untuk
polimer – polimer seperti polistirena, bahan pengembang (
blowing agent).
dipakai untuk menghasilkan busa. Poliuretan yang berbeda sesuai produk
sampingan karbondioksida merupakan bahan kunci dalam proses pembusaan.
Pada salah satu metode, prapolimer yang berujung isosianat dengan berat
molekul rendah dibusakan lewat penambahan air yang menimbulkan kenaikan
berat molekul lewat pembentukan gugus – gugus urea dengan melepaskan
karbondioksida secara simultan. Ketika gas yang berkembang tersebut
menyebabkan polimer membusa, reaksi polimerisasinya menaikkan viskositas
dan membentuk busa sebelum pecah.
Busa-busa yang fleksibel biasanya dipreparasi dari poliester atau
polieter dihidroksi. Sedangkan busa yang kuat dari prapolimer
polihidroksi. Busa yang kuat kadang-kadang dipreparasi tanpa air dengan
mereaksikan prapolimer berujung hidroksil dengan diisosianat menggunakan
bahan pengembang (
blowing agent).
Foam atau busa didefinisikan sebagai substansi yang dibentuk
dengan menjebak gelembung gas di dalam cairan atau padatan. Seringkali
orang menyebutnya dengan poliuretan
foam,
rubber foam,
styrofoam atau bentuk
foam lainnya yang sering digunakan. Sejak 20 tahun yang lalu, jenis
foam padatan mulai digunakan. Rendahnya densitas pada
foam tersebut
yang menjadikannya sebagai insulator dan alat flotasi yang baik.
Bentuknya yang padat dan terang membuatnya ideal sebagai pack dan bahan
pengisi. Beberapa
foam cairan hanya dapat ditemukan pada
pemadam api, khususnya api yang disebabkan oleh minyak (Tuduri, 2006).
Menurut Cowd (1991), busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak
dibuat polimer poliuretan dan suatu gas. Jika proses ini seimbang,
gelembung gas terjebak dalam kisi-kisi polimer yang terbentuk, sehingga
terbentuk busa. Busa yang kenyal dan busa yang kaku juga dapat dibentuk.
Busa yang sedikit bersambung-silang bersifat kenyal, sedangkan busa
yang banyak bersambung-silang bersifat kaku. Dalam pembentukan busa
kenyal, dua reaksi terjadi serentak.
Diisosianat + poliol => poliuretan
Diisosianat + air => karbondioksida
Reaksi kedua menghasilkan gas karbondioksida sebagai zat pengembang.
Busa kenyal dapat berbahan dasar poliester atau polieter. Poliol adalah
poliester bermassa molekul nisbi rendah atau polieter yang mengandung
gugus hidroksil pada ujungnya. Karbondioksida dapat juga digunakan untuk
membuat busa kaku, tetapi biasanya digunakan alkana berhalogen yang
bertitik didih rendah seperti CFC. Cairan ini tidak terlibat dalam
reaksi kimia, tetapi mudah menguap oleh bahang polimerisasi, dan
kemudian mengembangkan busa. Poliuretan
foam biasanya dibuat dengan menambahkan sedikit bahanbahan volatil yang dinamakan sebagai bahan pengembang (
blowing agent)
untuk mereaksikan campuran. Aseton, metilen klorida dan beberapa
kloroflourokarbon (CFCl3) sering digunakan sebagai bahan pengembang (
blowing agent) pada pembuatan poliuretan (Klempner, 2001).
Terdapat dua sistem yang dapat digunakan untuk membentuk poliuretan
yaitu :
a. Sistem
one-step (
one-shot process) adalah semua bahan baku untuk menghasilkan polimer dicampur bersama-sama.
b. Sistem
two-step (
prepolymer process), komponen
poliol direaksikan dengan poliisosianat untuk membentuk prepolimer
dengan gugus akhir isosianat, proses ini yang disebut prepolimer, dan
masih terdapat isosianat yang berlebih. Campuran prepolimer direaksikan
dengan diol atau diamine sebagai pemanjang rantai (
chain extender).
Pemilihan sistem untuk pembentukan poliuretan, didasarkan kepada properti polimer yang diinginkan. Sistem
two-step dapat menghasilkan struktur yang lebih beraturan daripada sistem
one-step, karena pada sistem
two-step terbentuk
oligomer dimana gugus poliol ditutup dengan diisosianat.
Oligomeroligomer yang terbentuk kemudian saling dihubungkan dengan
menggunakan pemanjang rantai (
chain extender). Dengan demikian rantai polimer akan memiliki susunan keras-lunak-keras (
hard-soft-hard) yang lebih teratur dibandingkan dengan distribusi segmen keras (
hard segment) yang acak pada sistem
one-step. Sistem
one-step umumnya digunakan dalam pembentukan
foam poliuretan, sedangkan sistem
two-step diaplikasikan pada produksi elastomer (Feng,1998).
Beberapa bahan tambahan lainnya yang dibutuhkan untuk membentuk
foam poliuretan,diantaranya:
1. Bahan pengembang (
blowing agent)
Menurut Steven (2001), bahan pengembang (
blowing agent) terbagi
menjadi dua. (1)
Blowing agent fisika : gas-gas (udara, nitrogen atau karbondioksida) yang oleh tekanan larut dalam polimernya. (2)
Blowing agent kimia
yang terurai oleh pemanasan untuk melepaskan gas, contohnya cairan
bertitik didih rendah seperti metilen klorida, aseton, dan CFCl
3.
2. Katalis
Katalis poliuretan diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu senyawa
amina dan kompleks organologam.
a. Tertier amina, fungsinya untuk mempercepat reaksi isosianat-air
dan reaksi isosianat-poliol. Contoh trietilamin, trietilen diamine, dll
b. Organologam, sebagai katalis yang kuat untuk reaksi isosianat-poliol.
Contoh :
stannous oleate, dan
stannous octoate.
3. Surfaktan
Digunakan sebagai
foam stabilizer untuk menstabilkan struktur gelembung-gelembung (
bubbles) yang terbentuk dengan menjadikan sedikit viskos sampai kekakuan (
rigidity) sel mengatur struktur
foam.
Fungsi surfaktan, diantaranya:
– Untuk menurunkan tegangan permukaan antara liquid-liquid atau liquid-solid
– Mencampur komponen-komponen yang saling tak larut
– Memperbaiki penampilan struktur sel
– Untuk stabilisasi ekspansi
foam saat mengembang
– Pengontrol ukuran sel
– Menghasilkan tipe struktur sel yang diinginkan seperti sel terbuka
(
open cell) atau sel tertutup (
closed cell).
Jenis surfaktan yang biasa dipakai adalah tipe silikon glikol. Dengan
variasi tipe dan banyaknya material yang digunakan, maka dapat
mempengaruhi properti seperti densiti, kandungan dari sel terbuka atau
sel tertutup.
4. Pemanjang rantai (
chain extender)
Pemanjang rantai berperan penting dalam mengatur morphologi poliuretan fiber, integral skin mikroseluler
foam. Contoh pemanjang rantai yang dipakai yaitu etilen glikol, 1,4-butanadiol, 1,6-heksanadiol, sikloheksan dimetanol.
Chain extender adalah
senyawa-senyawa yang memiliki dua gugus fungsi dengan berat molekul
rendah, seperti glikol dan diamin. Sedangkan struktur molekul yang biasa
digunakan sebagai
chain extender adalah jenis aromatik dan alifatik. Secara umum,
chain extender yang berupa diol atau diamin alifatik akan menghasilkan material yang lebih lembut daripada
chain extender aromatik.
Chain extender berfungsi
untuk memperpanjang struktur rantai linier dari polimer melalui ikatan
antar gugus isosianat (-NCO) dengan gugus hidroksil atau amin dari
chain extender membentuk segmen keras (
hard segment) atau segmen lunak (
softsegment). Dengan memodifikasi rasio berat
chain extender / poliol, sifat poliuretan yang dihasilkan dapat bervariasi dari keras, getas, menyerupai karet, hingga lembut dan lunak.